Jumat, 21 Januari 2011

Keyakinan akan Mantra

Keyakinan akan Mantra menjadi hal penentu. Kata-kata yang diucapkan dan dimengerti namun tanpa diyakini tentunya menjadi mubazir. Tak sedikit dari para pengamal mantra yang tak begitu mengerti betul bahasa mantra yang dirapalkannya, namun karena ia yakin akan maksud dari mantra tersebut, ia mendapatkan yang dituju.

      Sebagian perapal mantra justru mengerti artinya dan yakin akan kekuatan mantra sehingga efek yang dirasakannya sangat besar dan kentara.

PANDANGAN MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA TERHADAP KEHIDUPAN DUNIA INI

PANDANGAN MEREKA YANG
BERIMAN SEMPURNA TERHADAP
KEHIDUPAN DUNIA INI


“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan sendau gurau dan main-main.  Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”  (QS Al-Ankabut, 29: 64)

Allah telah menciptakan dunia ini sebagai persinggahan sementara untuk menempatkan manusia dalam cobaan, menyucikannya dari dosa-dosanya, membuatnya mencapai jiwa yang bernilai surga, dan menyingkap kejahatan kafirin… Akan tetapi, sangat sedikit manusia merenungi dan meresapi kebenaran ini: itulah mereka yang beriman sempurna.
Pandangan terhadap kehidupan seorang mukmin yang telah meraih keimanan sempurna didasarkan pada kenyataan yang sangat penting ini yang ditekankan dalam Qur'an.  Tidak seperti kafirin, orang seperti dia tidak merasa terikat pada kehidupan di dunia ini.  Sebaliknya, ia berjuang bagi kehidupan di hari kemudian.  Sadar bahwa ia diciptakan “hanya untuk menyembah Allah,” ia mengingat ayat, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.”  (QS Al-Dzariat, 51; 56)
   Sebagaimana disebutkan di muka, menyembah Allah tidaklah terbatas pada menaati sejumlah bentuk pemujaan seperti bershalat wajib atau berpuasa.  Sebaliknya, menjadi hamba Allah mencakup sepenuh kehidupan seseorang.  Mukmin beriman sempurna adalah seseorang yang dapat diartikan sebagai menghabiskan seluruh hidupnya melayani Allah.  Ia hidup hanya untuk Allah, bekerja hanya demi Allah, dan mengabdikan seluruh daya-upayanya demi tujuan Allah.  Ia benar-benar menyadari bahwa dunia ini bukan sesuatu melainkan tempat cobaan.  Dalam Qur'an, Allah menarik perhatian pada hal ini:  “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setitik mani yang bercampur, lalu Kami uji dia; maka Kami jadikanlah ia mendengar, lagi melihat.”  (QS Al-Insan, 76: 2) Allah, lebih jauh, menarik perhatian ke sifat menipu dunia ini dan memperingatkan manusia:  Hai manusia!  Sesungguhnya janji Allah adalah benar.  Maka, sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdaya kamu dan sekali-kali janganlah orang yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah.  (QS Al-Fathir, 35: 5)
   Mereka yang beriman sempurna adalah mereka yang tidak tertipu oleh keindahan kehidupan di dunia ini, betapa pun memikatnya semua itu terlihat.  Hal ini karena Kitab Allah telah menunjuki mereka wajah sejati kehidupan di dunia ini.  Sebagaimana dikatakan Qur'an, kehidupan dunia ini adalah “permainan”, “senda gurau”, “pawai meriah”, “canda di antara manusia”, dan “perlombaan menumpuk harta dan anak-anak”.  Perumpamaan setara berikut dalam Qur'an memperjelas sifat dunia ini:

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu kering dan kamu melihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.  Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaanNya.  Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.  (QS Al-Hadid, 57: 20)

   Sebagaimana diungkapkan contoh ini, tak sesuatu pun di dunia akan menahan pengaruh merusak waktu; tidak rumah-rumah yang megah, mobil yang mengkilap, pemandangan yang memukau, maupun orang muda dengan karir cemerlang dapat menyelamatkan diri sendiri..  Semua yang baru melayu, yang muda menua.  Waktu menghancurkan benda-benda yang paling berharga dan membuat semuanya kehilangan pesona.  Saat-saat yang paling berkesan lewat dengan cepat dan menjadi sejarah.  Setelah beberapa saat, semua yang baik menjadi kenang-kenangan yang kabur.  Dalam satu ayat, Allah memberitahu kita tentang nafsu yang membuat manusia terikat kepada dunia ini:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.  Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah tempat kembali yang baik (surga).  (QS Al-Imran, 3: 14)

Sifat umum nikmat-nikmat dunia yang ditekankan dalam ayat di atas adalah kefanaan dan keterbatasannya.  Karena alasan inilah, tidak sesuatu pun ada di dunia ini yang manusia dapat berserakah mengikat diri kepadanya.  Tidak rupa fisik manusia, yang cuma tulang dan daging, tidak pula benda-benda lahiriah, yang semuanya rentan dan akhirnya lapuk, membolehkan manusia mengikat diri ke dunia.  Nikmat-nikmat yang kita lihat di sekeliling kita tidak lebih dari salinan tak sempurna nikmat-nikmat di surga dan diciptakan dengan maksud sebagai peringatan akan hari kemudian. 
   Mereka yang beriman sempurna yang telah meresapi kenyataan penting ini menerima manfaat terbaik yang mungkin di dunia ini.  Namun, ada satu perbedaan pokok antara mereka dan orang-orang yang terbuai oleh dunia ini; mereka tidak merasa rakus akan nikmat-nikmat ini.  Sebaliknya, mereka merasa bersyukur kepada Allah atas apa yang Dia karuniakan kepada mereka, sebab mereka mengetahui bahwa pemilik sejati semua benda di bumi adalah Allah.
   Mereka yang mengira memiliki harta, kecantikan, atau kekuasaan sesungguhnya memperdaya diri sendiri, karena bukan mereka yang telah menciptakan semua itu.  Mereka tidak mampu menciptakan bahkan satu saja dari semua itu.  Lebih jauh, mereka tidak dapat mencegah semua itu dari kepunahan.  Mereka sendiri adalah makhluk yang diciptakan… Suatu hari, mereka pasti kan mencicipi kematian, meninggalkan di belakang semua yang menjadi milik kehidupan ini.  Kesadaran akan ayat, “Sesungguhnya orang-orang itu menyukai kehidupan yang dekat (di dunia), dan mereka abaikan di belakang mereka hari yang berat.”  (QS Al-Insan, 76: 27)  adalah apa yang membedakan mereka yang beriman sempurna dengan mereka yang hidup dalam kelalaian.  Mereka yang beriman sempurna mempersiapkan diri bagi kehidupan selanjutnya, bukan yang satu di dunia ini.  Qur'an mencatat doa orang-orang ini:

Dan di antara mereka ada orang yang mendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”  (QS Al-Baqarah, 2: 201)

Sebagai ganjaran bagi perilaku dan doa tulus mereka, Allah memberi mereka nikmat baik di dunia maupun di akhirat.  Allah memberikan kabar gembira tentang hal ini dalam Qur'an sebagai berikut:

Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.  Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.  (QS Al-Imran, 3: 148)

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (di dalam kehidupan) di akhirat.  Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah.  Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.  (QS Yunus, 10: 64)