Senin, 28 Januari 2013


sebuah nasehat dari mbah slamet saat renungan malem maulid nabi :

        seorang guru yg bijaksana tentu saja mengenal muridnya dengan sangat mendalam, karena itulah dia akan mengajarkan ilmunya sesuai dengan tingkat pemahaman atau logika berpikir dari masing masing murid. logika berpikir murid itu dipengaruhi juga oleh latar belakang pendidikan maupun lingkungan harian dan juga pekerjaan. seorang guru juga harus memperhitungkan potensi yg dimiliki muridnya, supaya ilmu yg diajarkannya itu sesuai dengan yg dibutuhkan muridnya dan tentu saja murid itu menjadi orang hebat dalam bidang tertentu karena dia mendapatkan ilmu dan pengajaran sesuai dengan potensi dasarnya.....

 dalam hal ilmu dasar, sudah pasti semua murid mendapatkan pelajaran yang sama, namun untuk ilmu yg lebih tinggi atau lebih mendalam atau lebih khusus maka setiap murid belum tentu mendapat pelajaran yg sama, karena semua itu lebih pas jika disesuaikan dengan potensi yg dimiliki oleh masing-masing murid....

 demikian juga dengan kanjeng nabi muhammad, beliau adalah seorang guru yg bijak sana, tentu saja saat mengajarkan ilmu dasar maka semua muridnya (para sahabat) mendapatkan pelajaran yg sama, namun saat mulai ke ilmu yg lebih khusus tentu saja dipilih para murid yg sesuai dengan potensinya,

contohnya untuk urusan zikir khusus maka dipilih sahabat abu bakar karena latar belakang pemahamannya tinggi, juga seorang pemimpin, juga orang yg selalu membenarkan apa pun yg disampaikan nabi karena itu dia disebut as shidiq, abu bakar kemudian mengajarkan zikir khusus itu kepada salman al farisi dan seterusnya, disamping abu bakar kanjeng nabi juga mengajarkan zikir khusus kepada ali bin abi tholib, karena kanjeng nabi sudah paham betul watak, karakter dan latar belakang dari ali, karena beliau sendiri yg mendidiknya sejak masih kecil,

disamping itu ada lagi abu hurairah yg mengikuti nabi dengan sepenuh jiwa raganya, dia tidur di emperan masjid, makannya pun ditanggung nabi, kemana pun nabi pergi biasanya ada abu hurairah, dia adalah seorang ahli suffah, maka abu hurairah pun mendapat pengajaran khusus secara langsung dari nabi , bukan cuma sekedar teori saja, masih ingat bagaimana abu hurairah kelaparan kemudian minta makan kepada nabi, kebetulan ada orang yg baru saja mengirim susu mungkin sebanyak satu teko saja, kemudian sebelum abu huraiarah minum untuk mengatasi laparnya tapi justru malah disuruh memanggil semua orang yg tidur di masjid, dan mereka semua disuruh minum lebih dulu sampai sampai abu hurairah sempat khawatir tidak akan kebagian susu itu, namun akhirnya dia mendapatkan juga susu itu bahkan disuruh minum sampai kenyang dan ternyata masih banyak sisanya, ini adalah pelajaran secara langsung praktek dimana siapa yg yaqin dan percaya kepada alloh dan rosulnya dijamin tidak akan kelaparan dan akan mendapat rejeki dari tempat yg tidak disangka sangka dan rejeki itu lebih banyak dari yg dibutuhkannya.....

 tentu saja untuk orang seperti umar bin khotob yg seorang pendekar, pejuang dan panglima perang yg punya latar belakang seperti itu dan cenderung berpikir praktis dan logis seperti itu lebih cocok diajarkan masalah penegakan hukum

 untuk ustman bin affan yg latar belakangnya pedagang tentu saja mendapat ilmu khusus lainnya, demikian juga dengan bilal yg latar belakangnya seorang budak tentu saja juga mendapat ilmu khusus yg lain......

 karena kita tidak belajar langsung kepada kanjeng nabi muhammad dan kita cuma belajar dari murid muridnya yg punya latar belakang, logika berpikir dan daya pemahaman yg berbeda beda, maka jika ada sedikit ajaran terutama masalah yg khusus, yang berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya,

 menurutku itu sih hal yg wajar wajar saja, tergantung darimana mereka mendapatkan pengajaranya, mereka yg ahli tasawuf kebanyakan mengambil ilmu yg dasarnya dari hadis maupun cerita dari abu bakar, ali bin abi tholib , abu hurairah.....

mereka yg ahli syariat biasanya mengambil ilmu yg dasarnya dari ceritera atau hadis yg diriwayatkan oleh umar bin khotob, maupun dari sahabat yg sejenis .....

semuanya sama sama baiknya, harusnya tidak saling menyalahkan atau menjelek jelekkan, seharusnya saling melengkapi dan menghormati satu sama lainnya....


apa jadinya jika bilal yg latar belakangya seorang budak dan punya tingkat kepasrahan dan keikhlasan yg sangat tinggi dan tidak pernah berhitung amalan dengan pahala, atau bahkan tidak pernah mengharapkan pahala dari alloh itu kemudian diajari ilmu berdagang secara islami...... wah pasti bilal menjadi pusing, karena dia tidak pernah berhitung untung rugi dan mengharapkan keuntungan saat ibadah, trus sekarang dia dipaksa harus mikir untung dan rugi karena dia menjadi pedagang ??????
tentu saja untuk bilal yg lebih tepat adalah diajarkan ilmu kepasrahan, tawadhu., zuhud dan yg sejenis itu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar