Jumat, 12 November 2010

energi psikis

Energi Psikis Sebagai Akselerator Keberhasilan
Kecepatan pencapaian keberhasilan, di bidang apa saja, berbanding lurus dengan tingkat dan intensitas kemurnian energi psikis seseorang. - Adi W. Gunawan

Pertama-tama, melalui artikel ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada sahabat saya Dr. Bumbunan Sitorus di Pontianak. Melalui sharing dan buku yang saya baca, sesuai yang beliau sarankan, saya mengalami lompatan pemahaman dan perluasan cakrawala pikir tentang spiritualitas.

Dalam salah satu buku tersebut saya menemukan pemahaman luar biasa yang, menurut saya, merupakan rahasia pencapaian keberhasilan yang selama ini tidak pernah dijelaskan secara ilmiah dan terstruktur. Pemahaman ini yang ingin saya bagikan pada anda.

Buku itu berisi hasil penelitian selama lebih dari 20 tahun mengenai level energi yang berhubungan dengan spiritualitas (Peta Kesadaran). Dalam artikel ini saya menarik benang merah antara level energi psikis dengan proses materialisasi (baca: pencapaian keberhasilan).

Sebelum lebih jauh menjelaskan saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada anda:

1.     Pernahkah anda, setelah berusaha sangat keras untuk mencapai sesuatu, setelah habis-habisan, pokoke sudah melakukan segala hal dengan penuh antusiasme dan keyakinan, tetap tidak bisa berhasil. Namun setelah anda pasrah, sudah nggak begitu bernafsu, menerima apapun hasilnya, tidak memaksa kemauan anda, pokoke terserah Yang Atas, eh... malah anda dapat lebih mudah berhasil?
2.     Pernahkah anda mendengar bahwa kebanggaan/pride adalah awal dari kejatuhan?
3.     Pernahkah anda melihat atau merasakan aura seseorang berwarna gelap saat ia mengalami emosi negatip, misalnya rasa malu, rasa bersalah, kesedihan mendalam, dan takut?
Saya yakin anda pasti menjawab "ya" pada ketiga pertanyaan di atas. Lalu, apa hubungannya dengan sukses? Oh, sangat erat.

Level energi ini, setelah dikalibrasi, mempunyai skala 0-1.000. Baseline-nya ada pada skala 200. Naiknya level energi bersifat logaritma. Maksudnya? Kalau level energi ada pada skala 2 ini berarti kekuatannya adalah 10 pangkat 2 (10x10) sama dengan 100.  Kalau 3 maka kekuatannya adalah 10 pangkat 3 (10x10x10) sama dengan 1.000. 

Segala sesuatu yang berada di bawah baseline 200 bersifat negatip dan men-drain energi psikis kita. Semakin kecil angkanya maka semakin jelek akibatnya.

Berikut adalah hasil pengukuran level energi berbagai kondisi emosi manusia (ingat, segala sesuatu di bawah baseline 200 adalah bersifat buruk):

 
rasa malu (20),
 rasa bersalah (30),
 apatis (50),
 kesedihan mendalam (75),
 takut (100),
 keinginan (125),
 marah (150),
 bangga (175),
 berani (200),
 netralitas (250),
 kemauan (310),
 penerimaan (310),
 berpikir (400),
 cinta (500),
 bahagia (540),
 damai (600),
 pencerahan (700-1.000).

Sekarang mari kita lihat contoh kasus di atas. Pada pertanyaan pertama, saat kita sangat ingin mencapai target maka saat itu kita berada pada level energi 125 (di bawah 200).
Semakin kita bernafsu maka semakin kita melekat atau terikat pada keinginan itu dan semakin drop energi kita. 

Mengapa justru pada saat kita pasrah dan menyerahkan semua hasil kepada Yang Atas kita malah dapat mencapai hasil dengan sangat cepat dan maksimal? Jawabannya, coba anda lihat skala di atas. Saat kita menerima apapun hasilnya, saat kita tidak melekat pada target dan keinginan, saat kita pasrah, maka level energi kita langsung naik ke netralitas (250), selanjutnya ke penerimaan (310). Artinya kita menerima apapun hasil yang kita capai. 

Untuk pertanyaan kedua, mengenai rasa bangga/pride, dengan melihat pada skala di atas maka anda tahu bahwa bangga berada pada skala 175. Juga berada di bawah 200. 

Bagaimana dengan pertanyaan ketiga. Sami mawon atau sama saja. Semua emosi itu berada di bawah skala 200. Karena emosi ini adalah emosi negatip maka sudah tentu pikiran kita akan kacau dan selanjutnya mempengaruhi medan energi tubuh kita (aura). 

Bagaimana kalau kita bisa mengendalikan diri dan berusaha untuk bisa berada pada skala di atas 200? Ini akan sangat baik bagi peningkatan level kesadaran kita. Dan sudah tentu akan sangat meningkatkan level spiritual kita. 

Saat saya menjelaskan mengenai Peta Kesadaran kepada seorang kawan , ia langsung berujar, "Sekarang saya mengerti. Mengapa setelah mengikuti workshop baru-baru ini kondisi pikiran saya justru semakin kacau. Secara emosi dan spiritual saya justru merasa semakin kering. Rupanya selama mengikuti workshop itu kami, para peserta, dimotivasi atau lebih tepatnya dipaksa berkembang dengan menggunakan emosi negatip yaitu perasaan takut, rasa bersalah, rasa malu, dan marah. Makanya hasil workshop itu justru kontraproduktif".

"Maksud mu?", kejar saya karena masih penasaran dengan apa yang baru saya dengar.

"Begini lho. Waktu di workshop kami kan diminta untuk merenungi apa yang telah kita lakukan selama ini. Kami diminta untuk mengingat semua kesalahan atau dosa kita. Hal ini menimbulkan rasa bersalah yang mendalam dalam diri kita. Apalagi kita diingatkan, lebih tepatnya ditakuti dan diancam, bahwa kita akan masuk neraka. Ini kan mengaktifkan perasaan takut yang berlebihan. Dan kita akhirnya menjadi marah dengan diri sendiri karena telah berperilaku "bodoh" selama ini. Proses perubahan atau peningkatan level kesadaran atau spiritual kami didorong bukan oleh perasaan cinta, penerimaan, netralitas atau melihat segala sesuatu apa adanya, rasa bahagia, dan kedamaian pikiran. Gimana, udah jelas?", jelas kawan saya panjang lebar.

"Iya, sudah ngerti", jawab saya agak kaget karena kok ya ada pelatihan yang menggunakan emosi negatip untuk menciptakan perubahan.

"Trus, apa hubungan level energi ini dengan sukses secara materi?", tanya kawan saya lagi. 

Hampir saja saya lupa menjelaskan maksud awal saya menceritakan Peta Kesadaran karena sibuk memikirkan workshop yang diceritakan kawan saya.

"Siap nggak kalo saya cerita sedikit agak rumit? Mungkin kamu nggak akan percaya apa yang saya jelaskan. Kalo nggak ngerti dan nggak mau nerima penjelasan saya ya nggak apa-apa. Paling nggak dibuat bahan untuk berpikir kalo pas lagi ngganggur", ujar saya menyiapkan pikiran kawan saya. 

"So, apa yang mau kamu ceritakan? Saya siap", jawab kawan saya cepat.

Pembaca yang budiman. Akan sangat panjang jika saya ceritakan semua penjelasan saya dan diskusi kami. Saya sempat berdiskusi mengenai Unified Field, Quantum Physics, kitab suci, ajaran para master dan guru spiritual, dan masih banyak lagi. Berikut saya ceritakan intisarinya saja.

Pikiran dan materi saling terkait. Pikiran menciptakan materi. Segala sesuatu diciptakan dua kali. Pertama di pikiran. Selanjutnya, setelah melalui proses dan sudah tentu membutuhkan waktu, baru akan menjadi realitas fisik. Untuk bisa mempercepat proses manifetasi maka kita perlu menyelaraskan pikiran kita dengan Supra Sadar. Salah satu caranya adalah dengan
berusaha meningkatkan energi psikis kita. 

Skala level energi yang saya jelaskan di atas, bila diperhatikan dengan sungguh-sungguh, sebenarnya merupakan level perkembangan spiritual seseorang. Semakin tinggi level energinya, yang sudah tentu hanya bisa dicapai bila seseorang mempunyai tingkat spiritual yang baik, maka akan semakin mudah untuk memanifestasi suatu keinginan. Sudah tentu keinginan ini harus sejalan dengan prinsip-prinsip hukum alam.

Hal ini menjawab fenomena mengapa saat kita minta bantuan doa dari orang yang level spiritualnya tinggi maka doa itu akan sangat cespleng alias manjur. Sebaliknya biar yang doain itu orang satu kampung, kalo level spiritualnya nggak bagus maka nggak akan ada hasilnya. 

Selanjutnya kita perlu menyadari bahwa alam mempunyai mekanisme sendiri dalam memanifestasikan apa yang ada di pikiran kita. Kita nggak bisa dan nggak boleh  memaksa kemauan kita. Kalo kita memaksa maka kita berada pada level energi 125 (keinginan yang menjadi kemelekatan). Sebaliknya
kita harus yakin dan pasrah. Semakin yakin dan pasrah kita maka akan semakin cepat terciptanya realita fisik. 

Dalam kesempatan itu saya juga mengajarkan kawan saya untuk bisa, dengan mata telanjang, melihat perubahan medan energi tubuh sesuai dengan kondisi emosi atau pikiran seseorang pada saat pengamatan dilakukan. Semula ia tidak percaya dengan apa yang saya ceritakan. Namun setelah ia bisa melihat sendiri akhirnya ia percaya dan hanya bisa geleng-geleng kepala. Sambil bercanda ia berkata, "Edan, hari ini kamu berhasil menyesatkan saya ke jalan yang benar".

Namun ia masih tetap penasaran dan membantah, "Tapi kan ada orang yang bisa sukses finansial dengan cara yang nggak benar. Kalo begini apa komentarmu?".

Saya tahu ia pasti akan menanyakan hal ini. Jadi saya sudah siap dengan jawabannya. "Orang yang sukses, tidak hanya di bidang finansil, bisa bidang apa saja, apabila sukses ini dicapai dengan cara yang tidak benar maka pasti ia akan mengalami hal-hal negatif pada aspek lain dari hidupnya. Bisa saja dia sangat kaya. Namun coba lihat kehidupan keluarganya, bagaimana kondisi mental dan emosinya, bagaimana relasinya dengan keluarga dan orang di sekitarnya, bagaimana dengan ketenangan batin/hatinya, bagaimana dengan kesehatan fisiknya? Singkat kata, segala sesuatu yang dicapai tidak dengan cara yang benar maka pasti akan ada efek samping yang tidak baik. Tidak ada satupun orang yang bisa lepas dari hukum alam semesta baja, Hukum Sebab Akibat", jawab saya sedikit memberikan wejangan dan mengakhiri diskusi kami.

Para pembaca, bila kita mencermati level energi pada Peta Kesadaran yang telah diuraikan di atas maka kita bisa mengerti mengapa suatu tujuan bila didasarkan pada perasaan cinta yang tulus demi kebahagiaan orang lain maka tujuan itu akan jauh lebih mudah tercapai. Kita akan mengalami sangat banyak "kebetulan" membawa kita ke pencapaian tujuan mulia itu. Seakan-akan semua telah ada yang mengatur.

 sumber: adi w gunawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar