Jumat, 08 Februari 2013

Rabithah



                                               Rabithah.........


Saya ada di solo, saya ingin menempuh perjalanan ke jakarta, sementara saya belum pernah sekali pun tiba atau tahu jakarta itu seperti apa....

Tujuan saya jelas sekali yaitu mau ke jakarta....
Yang dituju juga jelas sekali yaitu jakarta....

Ada banyak cara bagi saya untuk sampai ke jakarta....

Saya bisa saja jalan kaki sendirian ke jakarta, ....
Saya bisa juga berangkat sendiri ke jakarta, kan sudah ada peta dan penunjuk jalan...
Atau saya bisa saja memilih cara yg lebih mudah yaitu naik bus jurusan jakarta....

Kalau saya berangkat sendirian ke jakarta dengan jalan kaki, maka kemungkinan nyampe ke jakarta sih bisa aja tapi lama, kemungkinan lainnya adalah saya kesasar di jalan karena mungkin peta yg saya punya ternyata kurang jelas atau saya tidak mengerti dengan penunjuk jalan ke jakarta, sehingga sebenarnya penunjuk jalan itu menunjukkan arah melingkar ke utara trus ke barat tapi saya langsung ke barat saja tanpa melingkar ke utara lebih dulu, atau bisa jadi saya ke sasar jalan karena ditipu orang, saya bertanya arah kepada orang dijalan dan ternyata orang itu menipu saya dan memberi arah yg salah.....

Tentu saja cara yg paling aman bagi saya untuk sampe ke jakarta adalah dengan naik bus jurusan jakarta dimana sopirnya tentu saja sudah pernah nyampe jakarta dan sudah hafal jalan jalan yg menuju jakarta.... beeetuuuuuulllll????

Seperti itulah gambaran rabithah dalam thoriqoh.....

Busnya itu adalah thoriqohnya..... sedang sopirnya itu adalah mursyidnya.... mengikuti sopir atau ikut sopir itulah yg disebut dengan rabithah dalam thoriqoh.....

Tentu saja untuk bisa ikut sopirnya harus ada ikatan dulu atau terjalin ikatannnya yaitu berupa kontrak perjanjian naik bus (inilah yg disebut baiat)..... kalau saya tidak naik busnya maka saya tidak bisa ikut pak sopirnya.....

Apakah kalau saya ikut pak sopir itu trus berarti saya telah salah niatnya ?.... tentu saja tidak, karena niat dan tujuan saya adalah tetap ke jakarta..... pak sopir itu kan cuman jadi jalan untuk memudahkan saya supaya nyampe ke jakarta tanpa harus nyasar nyasar dulu.....

Pertanyaannya adalah apakah saya wajib untuk ikut sopir atau naik bus hanya supaya saya bisa sampe ke jakarta? Tentu saja ini tidak wajib, toh saya bebas merdeka, tidak ada yg memaksa saya untuk naik bus itu..... kalau saya lebih suka memilih jalan kaki menuju jakarta juga ndak papa, tidak ada yg melarang saya......

Demikian juga dengan berzikir.... zikir adalah sebuah perjalanan rohani menuju gusti alloh....

Boleh boleh saja saya berzikir sendiri tanpa memakai mursyid atau rabitah, toh saya sudah punya peta dan penunjuk jalannya yaitu al qur’an dan hadis..... tentu saja konsekwensinya adalah saya akan menghadapi rintangan dan halangan yg banyak seperti petunjuk atau peta dalam al qur’an misalnya terjebak riya’ atau ujub, atau terjebak cinta dunia sehingga lupa dengan tujuan perjalanan rohani saya.... belum lagi ujian kesenangan dan kesedihan bisa membuat saya lalai atau lupa dengan tujuan zikir/perjalanan rohani saya menuju gusti alloh......

Bagi saya akan lebih mudah dan lebih enak kalau saya punya guru, guru sudah pernah menempuh perjalanan ini sehingga dia sudah tahu mana-mana jalan yg aman maupun jalan yg berbahaya dan bagaimana menghadapi rintangan di jalan itu.... jadi kalau saya menemui kesulitan maka ada orang yg akan membantu saya, membimbing saya melewati rintangan itu... dan yg jelas lebih menghemat waktu saya karena saya tidak perlu melakukan hal-hal yg bisa jadi menghambat langkah saya karena saya tidak tahu kalau hal itu ternyata rintangan... karena ada guru yg mengingatkan saya...

Zikir adalah sebuah perjalanan rohani, tidak sekedar menyebut nama alloh saja, karena sebenarnya ada banyak tata cara atau sopan santun dalam berzikir, sebab kalau kita tidak tahu hal itu.... jangan jangan maksud hati berzikir memuji alloh eee malah jadinya justru menghina alloh....

contohnya kita menyebut nama alloh allohu akbar sambil berteriak teriak dan membakar ban atau membuat kerusakan di muka bumi..... ini bukan lagi memuji tapi justru menghina alloh.

Contoh lainnya adalah kita berzikir memuji nama alloh tapi sambil memikirkan hal lain.... ini seperti kita memanggil -manggil alloh, kemudian alloh datang kepada kita tapi kita malah cuek saja dengan kedatangannya atau malah kita sibuk mengurusi hal lain..... nah ini kan sama saja kita menghina alloh...

Contoh lainnya, kita berzikir menyebut nama alloh yg maha suci sedangkan kita dalam keadaan kotor atau najis.... ini kan seperti kita menghadap seorang raja dengan pakaian kita kotor atau tidak berpakaian tambah lagi tubuh kita ada najisnya lagi..... ini kan sama saja menghina alloh.

Dan masih banyak lagi sopan santun dalam berzikir kepada alloh, karena itulah kita memerlukan seorang guru.... guru ini pun bukannya membuat aturan sendiri, tetapi mengikuti seperti yg dicontohkan oleh kanjeng nabi muhammad saw, mengikuti akhlak nabi dalam berzikir, seperti yg diajarkannya kepada para sahabat nabi (muridnya)......

Tentu saja pengetahuan ini bersifat khusus, diajarkan kepada para sahabat (murid) nabi, sedangkan untuk orang awam cukup diajarkan berzikir saja sesuai dengan tingkat pemahaman mereka....

Lah kok kenapa pengetahuan ini tidak diajarkan secara umum ?....
sebenarnya ini adalah pengetahuan umum, cuman pengajaran zikir itu kan kadang kurang menarik, karena ini menyangkut masalah hati atau masalah ghaib yaitu akherat, orang itu lebih tertarik dengan masalah duniawi....
apalagi dengan maraknya gaya hidup hedonisme (cinta dunia yg berlebihan) maka pelajaran zikir yg urusannya dengan akherat itu tidak begitu menarik, orang lebih tertarik dengan belajar hukum hukum untuk urusan dunia seperti hukum dagang atau masalah fikih....

Belum lagi dalam perkembangannya, ada orang-orang itu yg tertarik belajar agama islam karena dia kagum dengan bagaimana islam itu memuat aturan atau hukum yg begitu lengkap dan baik sehingga bisa mengatur masyarakat dengan baik.....
orang orang seperti ini kan tidak tertarik belajar zikir.

Coba kita ingat bagaimana islam menyebar atau masuk ke suatu negara atau daerah, bukankah sebagian besar karena daerah tersebut sedang mengalami keterpurukan, hukum atau tata negara di daerah tersebut tidak berfungsi dengan baik, kemudian datanglah islam dengan menunjukkan cara mengatur masyarakat yg lebih baik, dan kemudian raja atau kerajaan itu akhirnya mengadopsi tata cara atau hukum islam untuk menata masyarakatnya.

Hanya sedikit orang yg tertarik dengan islam karena faktor ruhaninya (zikir), dalam hal mendekatkan diri kepada alloh, jadi wajar saja jika pelajaran zikir itu akhirnya menjadi jarang diajarkan.
..........................................
rabithah itu ternyata juga kita lakukan dalam keseharian kita, contohnya dalam sholat berjamaah, kita juga melakukan rabithah kepada imam sholat.....
dalam hal ini imam sholat bertindak sebagai sopir dan kita penumpangnya....
tentu saja rabithah kepada imam sholat itu tidak bisa dibandingkan dengan rabithah dengan guru (mursyid).... ini cuman menggambarkan dalam contoh yg mudah saja...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar