Senin, 15 November 2010

cara pikiran memproses informasi

Cara Pikiran Memproses Informasi
Proses masuknya informasi yang berasal dari luar diri kita hingga menjadi memori yang tersimpan di bawah sadar adalah sebagai berikut. Pertama, karena begitu banyaknya bit informasi yang diterima seseorang, ada sekitar 2.000.000 bit, maka pikiran sadar perlu melakukan filter berdasarkan kriteria berikut:
Informasi yang paling kuat atau berpengaruh
Informasi yang berhubungan dengan keselamatan hidup (menurut pemikiran pikiran bawah sadar) atau
Aspek yang sejalan dengan preferensi sistem sensori anda (visual, auditori, atau kinestetik) . Kita cenderung lebih memperhatikan salah satu aspek daripada yang lainnya.

Stimulus adalah informasi apa saja yang masuk melalui panca indera, atau yang dihasilkan oleh pikiran sendiri, bisa berasal dari suatu memori atau suatu skenario pemikiran.
Setelah proses saringan awal selesai dilakukan, informasi tiba di bagian otak yang dinamakan thalamus. Thalamus bertugas mengirim “bahan mentah” informasi ke bagian otak yang bertugas memproses informasi sesuai dengan komponennya, misalnya warna, kontras, gerakan, suara, dan lain sebagainya.
Satu hal menarik yaitu saat bagian otak, setelah menerima dan memproses tiap komponen informasi, mengirimnya kembali ke thalamus, ternyata informasinya telah bertambah semkitar 80% lebih banyak daripada saat pertama kali diterima. Otak ternyata telah menambahkan lebih banyak informasi daripada saat pertama kali informasi itu diterima. Hal ini berarti 80% dari persepsi kita terhadap suatu informasi adalah hasil rekayasa kita sendiri, bukan apa informasi itu adanya.
Dengan kata lain diri kitalah yang sebenarnya menentukan apa yang kita persepsikan, dan persepsi bergantung pada pembelajaran atau pengalaman sebelumnya. Saat kita melihat sebuah kursi kita mengenalinya sebagai sebuah kursi karena kita telah melihat kursi sebelumnya. Jika kursi yang sama kita tunjukkan pada anak kecil, yang sebelumnya sama sekali belum pernah melihat atau tahu tentang kursi,maka anak ini besar kemungkinannya akan mencoba berbicara, mencium, menggigit, merasa, atau mencoba duduk di atasnya.
Lalu, apakah sebenarnya informasi tambahan 80% ini dan dari mana datangnya ?
Semuanya berasal dari hasil pembelajaran kita mulai kecil hingga dewasa. Sejak kita lahir kita telah membangun model dunia yang kita gunakan untuk menjalani hidup kita. Model ini menentukan pemahaman kita bagaimana dunia sekitar kita berjalan dan bagaimana kita bisa menjelajahi dunia dengan aman dan selamat. Kita menggunakan model ini sebagai peta navigasi dalam menelusuri belantara kehidupan.
Saat dewasa kita merasa yakin telah berhasil membangun model dunia yang kita gunakan untuk menjalani hidup yang berhasil. Namun benarkah hal ini? Banyak orang gagal atau sulit sekali berhasil karena mereka menggunakan peta yang tidak akurat. Peta yang sudah kuno dan tidak pernah di-update.
Kita sering salah karena menganggap peta adalah realita. Albert Korzybski dengan sangat bijak menyatakan, dalam Science and Sanity, “The map is not the territory it represents”.
Bandler dan Grinder, dalam The Structure of Magic (vol 1) menjelaskan dengan sangat bagus bagaimana kita mengatur pengalaman atau apa yang kita alami hingga akhirnya menjadi model dunia kita. Mereka menyebutnya dengan “universal processes of human modelling” yaitu “deletion”, “distortion”, dan “generalisation”.
Deletion adalah proses di mana filter pikiran kita “menghapus” informasi yang dirasa atau dipersepsi tidak penting atau relevan sebelum informasi itu sampai di pikiran sadar atau kita sadari. Dengan kata lain, hanya informasi yang dirasa bermanfaat atau relevan saja yang bisa masuk ke wilayah kesadaran kita.
Contohnya, saat ini, saat anda membaca artikel ini, anda pasti tidak menyadari suara halus dari kipas komputer anda. Atau anda tidak merasakan sensasi tubuh anda yang saat ini sedang duduk di kursi. Nah, baru setelah saya menyatakan hal ini maka anda sekarang menyadari sensasi (informasi) yang tadinya tidak anda sadari karena dianggap tidak penting atau relevan.
Bisa anda bayangkan bagaimana repotnya kita jika semua informasi atau sensasi itu masuk ke pikiran sadar tanpa disaring terlebih dahulu?
Aldus Huxley menulis dalam The Doors of Perception, “Experience has to be funnelled through the reducing valve of brain and nervous system. What comes out the end is a measly trickle of the kind of consciousness which help us to stay alive on the surface of this particular planet.”
Distortion adalah kondisi di mana kita tidak melihat sesuatu apa adanya namun lebih berdasarkan ekspektasi tertentu sehingga apa yang kita lihat akan terpengaruh sedemikian rupa agar sejalan atau sesuai dengan model dunia yang ada di pikiran kita.
Contohnya begini. Pernahkah anda bertemu dengan seorang kawan dan tidak menyadari bahwa kawan anda ini baru memotong rambutnya mengikuti model terbaru? Baru setelah beberapa saat anda mulai menyadari ada yang lain dengan kawan anda ini. Dan selang beberapa saat barulah anda benar-benar sadar atau tahu bahwa model rambut kawan anda telah berubah.
Dalam studi mengenai persepsi dikenal istilah Difference Threshold yaitu jumlah stimulasi minimal yang dibutuhkan sistem saraf pusat untuk mengenali perbedaan di antara dua stimuli yang berbeda -  misalnya bagaimana wajah kawan anda, saat sekarang anda bertemu dengannya, dengan bagaimana wajah kawan anda berdasarkan memori anda sebelumnya.
Generalisation adalah dasar dari proses pembelajaran. Dengan generalisasi kita melakukan pencarian pola tertentu saat kita berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. Generalisasi bekerja dengan tiga algoritma dasar berikut:
A = B artinya hal yang satu ini sama dengan hal yang itu. 
A ≠ B artinya hal yang satu ini tidak sama dengan hal yang itu.
C -> E artinya hal ini mengakibatkan terjadinya hal itu. Ini dikenal dengan hukum “Sebab-Akibat”

Generalisasi sangat membantu hidup kita. Bila kita bertemu dengan pintu, maka apa yang terpasang di pintu itu, yang bentuknya bisa macam-macam, kita tahu benda itu bisa diputar atau ditekan ke bawah sehingga pintu akan terbuka. Kita tidak perlu lagi mempelajari apakah benda itu dan bagaimana cara kerjanya. Ini adalah handle pintu dan kita tahu cara kerjanya.
Namun generalisasi juga akan membuat diri kita susah jika kita tidak menyadari kelemahannya. Para psikolog melakukan eksperimen pada 100 orang. Subjek penelitian dimasukkan ke dalam suatu ruangan dan diminta untuk keluar dari ruangan ini melalui satu pintu. Semua subjek penelitian mencoba membuka pintu dengan cara memegang handle lalu mendorong atau menariknya. Pintu tidak bergerak sama sekali. Mereka menyimpulkan bahwa pintu terkunci.
Nah, pertanyaan saya pada anda, “Apa yang akan anda lakukan untuk membuka pintu ini?”
Jangan meneruskan membaca. Coba berpikir dulu. Sudah ketemu jawabannya?
Kalau masih tetap nggak nemu, ini saya kasih jawabannya. Pintu ini dirancang dengan posisi engsel berada di sisi yang sama dengan handle pintu. Jadi, yang perlu dilakukan adalah dorong pintu di sisi satunya maka pintu pasti akan terbuka.  He..he… gitu aja kok repot.
adi.w.gunawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar